Minggu, 29 Maret 2009

Ruma Kadang Dan Irau Rayeh Dayak Lundayeh

Upacara adat ’Ruma Kadang’ bagi warga suku Dayak Lundayeh sebagai simbol kebersamaan dan kegotong-royongan. Bagaimana prosesinya?

SETIDAKNYA ada tiga prosesi adat yang dikenal oleh warga Dayak Lundayeh, yakni prosesi adat Ruma' kadang, Irau Awe dan Natak Jani. Masing-masing memiliki kekayaan budaya sendiri.

Ruma' Kadang dalam bahasa Indonesia berarti rumah panjang. Irau Awe artinya adalah upacara perkawinan dan Natak Jani adalah pengucapan sumpah janji. Prosesi Ruma' Kadang, mengibaratkan suatu sikap untuk menggambarkan kebesaran anugrah Tuhan kepada bangsa ini.

Upacara Ruma Kadang Dayak Lundayeh dilakukan pada saat suatu kelompok masyarakat Dayak Lundayeh mulai membangun kehidupan di suatu tempat atau perkampungan baru. upacara yang dipentaskan tidak hanya tertuju pada upacara itu sendiri, melainkan gambaran kehidupan Lundayeh – misalnya di Kabupaten Malinau yang sedang melaksanakan gerakan pembangunan menuju desa mandiri.

Mudut Ruma' berarti membangun rumah yang berarti pula membangun kampung untuk masa depan. Masa depan yang dibangun sangat bergantung dari hubungan manusia dengan manusia, hubungan dengan alam sekitar dan dengan penguasa alam semesta. Upacara ini untuk mematuhi kehendak sang penguasa alam dan untuk mendapatkan petunjuk bagi perjalanan hidup dan masa depan bagi penghuninya.

Setelah berdoa dan sang penguasa memberikan tanda-tanda ketentraman dan kebahagiaan, upacara dilanjutkan dengan ’Nefed Tukul Buduk’ yaitu prosesi pendirian tiang penyangga utama bangunan Ruma' Kadang, hingga membentuk rangka bangunan dan dirikan.

Kemudian dilanjutkan dengan upacara Nawar Kenui, yaitu proses untuk mengawali kegiatan temamat atau pindah ke tempat yang baru. Kemudian dilanjutkan dengan Mudut ruma' kadang dan umak ruma' beru yaitu proses membangun rumah dan masuk ke rumah baru.

Kegiatan selanjutnya seperti diceritakan Paul Moregar Lalong dan Pdt Thomas R Muli selaku sesepuh adat Dayak Lundayeh, yakni Mudeng atau awe dan natak jani yang diakhiri dengan luba awe.

Masuk pada Awe atau pesta perkawinan, warga Dayak Lundayeh menganggap upacara itu sangat sakral dan mempersatukan seluruh keluarga besar dalam ikatan keluarga yang berlangsung turun temurun. Ditandai dengan furut dari pihak laki-laki kepada perempuan sebagai tanda kegotong-royongan sejak peoawa nuduk sampai fetutup.

Selanjutnya pihak laki-laki memasuki rumah pihak perempuan sambil membentangkan kain-kain yang dibawa sebagai tanda keterikatan kelaurga besar dengan sebutan arum. Dilanjutkan dengan ngayung arum, memberikan perlengkapan pakaian orangtua dari keluarga pihak perempuan yang ditutup pengukuhan perkawinan dan penyerahan furut, luba awe.

Setelah proses Mudeng atau pesta perkawinan, dilakukan upacara natak jani atau sumpah janji. Upacara ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang dianggap sebagai kesatria yang telah berjuang hingga berhasil.

Atas keberhasilannya itu, dialah yang berhak untuk memenggal seekor buaya. Dalam upacara adat ini, Bupati Malinau Marthin Billa yang ’ditahbiskan’ sebagai pahlawan dan kesatria telah membangun Kabupaten Malinau dengan komitmen bersama di tengah heterogennya suku di kabupaten ini.
Bupati yang sebelumnya telah mendapat gelar Padan Liu Burung dan istrinya Ny Yuari Marthin mendapat ’Geritnantakung’ yang mengucap janji sambil mengangkat parang sebagai simbol atas kesatriaannya.
Setelah itu diisi dengan tari-tarian bersama dan dilanjutkan dengan Luba' Laya' (menyantap hidangan tradisional). Dalam hidangan terdapat 220 jenis makanan yang disusun dan menjadi santapan bersama - baik para tamu undangan seperti bupati dan unsur Muspida dan masyarakat setempat. Luba' laya ini juga mendapat penghargaan dari MURI Indonesia dengan menu yang mencapai 220 jenis

Irau Rayeh Dayak Lundayeh.

SAMARINDA. Sesuai yang sudah direncanakan sebelumnya, direncanakan besok, warga Dayak Lundayeh akan menggelar acara Irau Rayeh Dayak Lundayeh yang digelar di Desa Mugirejo, Lubuk Sawah, tepatnya di Kampus STT Petra.

Ketua Panitia, Pdt Abraham Ruben ThM SpD mengatakan sejauh ini persiapan acara sudah mencapai 90 persen, tinggal menunggu acaranya.

Diterangkannya, Irau Rayeh Dayak Lundayeh adalah acara yang digelar dalam rangka memperingati hari jadi Dayak Lundayeh, yang digabungkan dengan upacara syukuran, serta pesta budaya."Bukan merupakan acara tahunan, tapi diharapkan ke depan acara ini bisa diagendakan menjadi acara tahunan. Acara ini juga merupakan acara perayaan natal sekaligus," ungkapnya.

Dijelaskannya, dalam acara Irau Rayeh Dayak Lundayeh, akan digelar berbagai pagelaran seni, mulai seni tari, lagu daerah serta permainan traditional khas Dayak."Selain digelar tari-tarian khas Dayak, kita juga akan menggelar permainan khas Dayak, seperti lomba sumpit, lomba potong kayu, dan lomba memanjat," jelas Abraham.

Berbagai mata acara yang akan digelar, antara lain menurut Abraham adalah kegiatan Nui Ulung dan Ngukui."Nui Ulung pada masa lampau, adalah menandakan tonggak kemenangan. Sementara Ngukui adalah pekikan hujatan, yang ditujukan kepada musuh. Perayaan ini juga merupakan bentuk refleksi dari perjuangan pendahulu kita. Selain itu juga akan digelar pemotongan kerbau, serta memasak masakan traditional yakni nasi Lembek," terangnya.

"Nah kalau jama sekarang kan sudah berbeda, sehingga Ngkui itu kita tujukan kepada kebodohan dan kemiskinan. Karena saat ini yang kita perangi adalah kemiskinan dan kebodohan," katanya.

Dalam acara yang rencananya digelar sehari penuh itu, juga akan dihadiri oleh Gubernur Kaltim terpilih, H Awang Faroek Ishak dan sekitar 600 undangan lainnya."Termasuk juga Ketua Umum PDKT, Marthin Billa, Ketua Persekutuan Dayak Lundayeh, Yansen ST Padan Msi. Acara akan kita gelar sejak pukul 06.00 Wita, hingga selesai. Bersamaan dengan ini, kami juga mengundang, seluruh masyarakat Dayak Lundayeh yang ada di Samarinda dan sekitarnya untuk bisa turut hadir mengikuti sekaligus menyaksikan acara ini," imbuhnya.

Disinggung soal harapan, terkait digelarnya acara tersebut, Abraham mengatakan

Secara umum, dengan digelarnya acara ini, pihaknya berharap, khususnya bagi masyarakat Dayak Lundayeh bisa memahami makna dan dari perjuangan para pendahulu."Serta tentunya bisa menafaska perjuangan itu. Tak hanya berhenti sampai mengenang saja, tetapi bisa mengaplikasinnya dalam kehidupan sehari-hari," paparnya.

Tujuan lainnya, sesuai dengan amanat persekutuan."Adalah bisa secara bersama-sama menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, sesuai dengan arti persekutuan itu sendiri," pungkasnya.










AllAny

Kaltim












1 komentar: